Data menunjukkan bahwa prevalensi alergi
makanan pada anak autis ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang
tidak menderita autisme. Diketahui alergi
makanan pada anak autis mencapai empat sampai lima kali lipat lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan perbedaan sistem kekebalan tubuh pada
anak-anak dengan autisme, dimana produksi senyawa antibodi yang bereaksi dengan
komponen penyebab alergi lebih tinggi pada anak-anak dengan autisme.
Selain itu,
diketahui bahwa sekitar 18-52% anak autis memiliki peningkatan frekuensi
gangguan yang berkaitan dengan saluran pencernaan. Beberapa gejala yang sering
muncul antara lain diare, konstipasi, refluks gastrointestinal, selektif
terhadap makanan, dan rasa tidak nyaman di perut.
Mengingat
frekuensi gangguan saluran pencernaan dan alergi makanan pada anak autis
relatif tinggi, diyakini bahwa makanan anak autis bersifat khusus dan spesifik.
Karena itulah, salah satu jenis terapi yang banyak dikembangkan dan diikuti
adalah terapi diet untuk anak dengan autisme. Terapi ini biasanya meliputi
pembatasan makanan tertentu.
Banyak testimoni
mengenai manfaat dari berbagai macam program diet anak autisme. Perlu diketahui
bahwa efek masing-masing terapi diet ini dapat berbeda untuk anak yang berbeda
pula. Sebuah terapi diet dapat saja bermanfaat untuk seorang anak dengan
autisme, namun tidak bermanfaat untuk anak lainnya. Selain itu, banyak dari
terapi diet anak autisme ini tidak didukung oleh bukti imiah yang kuat.
Efektivitas dan manfaat dari terapi diet untuk memperbaiki kondisi pada
penderita autisme pun belum dapat dipastikan. Karena itu,
berkonsultasi dengan dokter atau ahli sebelum mengikuti pola diet tertentu
sangatlah disarankan. Yang tak kalah penting, memastikan bahwa kebutuhan
nutrisi tetap terpenuhi walaupun konsumsi makanan tertentu dibatasi.
Diet Bebas Gluten dan Kasein
Gluten adalah senyawa protein yang secara alami dapat ditemukan di beberapa makanan seperti gandum, jelai, dan gandum hitam; kasein adalah senyawa protein pada susu. Penderita autisme diduga memiliki leaky gut atau ‘sistem pencernaan yang bocor’ sehingga tidak dapat memecah protein glutein dan kasein dengan sempurna. Akibatnya, sisa pencernaan protein gluten dan kasein ini dapat terserap masuk dan mengganggu kerja otak.
Gluten adalah senyawa protein yang secara alami dapat ditemukan di beberapa makanan seperti gandum, jelai, dan gandum hitam; kasein adalah senyawa protein pada susu. Penderita autisme diduga memiliki leaky gut atau ‘sistem pencernaan yang bocor’ sehingga tidak dapat memecah protein glutein dan kasein dengan sempurna. Akibatnya, sisa pencernaan protein gluten dan kasein ini dapat terserap masuk dan mengganggu kerja otak.
Sesuai dengan
namanya, program terapi diet anak autisme bebas gluten dan kasein meliputi
penghindaran semua jenis makanan anak autisme yang mengandung gluten dan
kasein. Diet ini merupakan salah satu diet yang paling banyak diikuti oleh anak
autisme. Sekitar 65% dari orang tua anak autisme yang mengikuti diet ini
melaporkan adanya perbaikan kondisi pada anak mereka. Namun, penelitian
menunjukkan bahwa bukti ilmiah mengenai manfaat diet ini masihlah belum cukup
memadai.
Feingold Diet dan Failsafe Diet
Diet anak autisme yang dikembangkan oleh Ben Feingold ini awalnya ditujukan untuk anak-anak yang hiperaktif. Ben Feingold meyakini bahwa dengan tidak mengonsumsi makanan yang mengandung pewarna buatan, perisa buatan, pengawet, serta beberapa jenis pemanis buatan (seperti neotam dan alitam), kondisi anak-anak yang hiperaktif dapat menjadi lebih baik. Selain bahan tambahan pangan sintetis, menghindari senyawa salisilat (salicylates) juga diyakini bermanfat. Senyawa salisilat adalah senyawa yang secara alami terdapat pada beberapa jenis buah dan sayur seperti tomat, timun, apel, jeruk, anggur, persik, plum, buah beri, ceri, dan kacang almond. Sekitar 54% dari orang tua anak autisme yang mengikuti diet ini melaporkan adanya perbaikan kondisi pada anak mereka. Namun, penelitian mengenai efektivitas diet ini sesungguhnya masih belum cukup memadai.
Modifikasi lain dari Feingold Diet adalah Failsafe Diet yang dikembangkan oleh Sue Dengate sebagai salah satu terapi diet anak autisme. Pada terapi ini, disarankan untuk menghindari bahan tambahan pangan buatan, senyawa salisilat, senyawa amine, dan penguat rasa seperti MSG.
Diet anak autisme yang dikembangkan oleh Ben Feingold ini awalnya ditujukan untuk anak-anak yang hiperaktif. Ben Feingold meyakini bahwa dengan tidak mengonsumsi makanan yang mengandung pewarna buatan, perisa buatan, pengawet, serta beberapa jenis pemanis buatan (seperti neotam dan alitam), kondisi anak-anak yang hiperaktif dapat menjadi lebih baik. Selain bahan tambahan pangan sintetis, menghindari senyawa salisilat (salicylates) juga diyakini bermanfat. Senyawa salisilat adalah senyawa yang secara alami terdapat pada beberapa jenis buah dan sayur seperti tomat, timun, apel, jeruk, anggur, persik, plum, buah beri, ceri, dan kacang almond. Sekitar 54% dari orang tua anak autisme yang mengikuti diet ini melaporkan adanya perbaikan kondisi pada anak mereka. Namun, penelitian mengenai efektivitas diet ini sesungguhnya masih belum cukup memadai.
Modifikasi lain dari Feingold Diet adalah Failsafe Diet yang dikembangkan oleh Sue Dengate sebagai salah satu terapi diet anak autisme. Pada terapi ini, disarankan untuk menghindari bahan tambahan pangan buatan, senyawa salisilat, senyawa amine, dan penguat rasa seperti MSG.
Specific Carbohydrate Diet
Terapi diet anak autisme yang dikembangkan oleh Elaine Gottschall ini awalnya ditujukan untuk penderita penyakit colitis atau peradangan usus. Menurut Specific Carbohydrate Diet, karbohidrat adalah sumber makanan utama untuk mikroba usus yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Selain itu, sisa karbohidrat yang tidak tercerna diyakini dapat mendorong terbentuknya senyawa asam dan racun yang dapat merusak usus dan mengganggu sistem pencernaan. Diet ini kemudian diperkenalkan untuk penderita autisme dengan tujuan mengurangi gangguan sistem pencernaan.
Terapi diet anak autisme yang dikembangkan oleh Elaine Gottschall ini awalnya ditujukan untuk penderita penyakit colitis atau peradangan usus. Menurut Specific Carbohydrate Diet, karbohidrat adalah sumber makanan utama untuk mikroba usus yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan. Selain itu, sisa karbohidrat yang tidak tercerna diyakini dapat mendorong terbentuknya senyawa asam dan racun yang dapat merusak usus dan mengganggu sistem pencernaan. Diet ini kemudian diperkenalkan untuk penderita autisme dengan tujuan mengurangi gangguan sistem pencernaan.
Pada dasarnya,
diet yang lebih ketat daripada diet bebas gluten dan kasein ini adalah diet
bebas biji-bijian, laktosa, dan gula. Jenis makanan anak autisme yang diijinkan
adalah daging, telur, beberapa jenis sayuran seperti kubis, bayam, bawang
bombai, dan paprika, serta beberapa jenis kacang-kacangan misalnya kacang
almond dan walnut. Sebaliknya, beberapa jenis makanan yang dilarang pada diet
ini antara lain:
- Gula sukrosa, fruktosa, atau gula olahan lainnya
- Sayuran dalam kemasan kaleng
- Semua jenis biji-bijian seperti jagung, gandum, oat, beras, jelai, dan lainnya
- Beberapa jenis kacang-kacangan termasuk kacang kedelai dan kacang hijau
- Kentang, ubi, dan lobak
- Rumput laut dan agar-agar
- Daging olahan dan daging dalam kemasan kaleng
- Susu dan produk olahan susu
- Roti dan pasta
Sekitar 66% dari
orang tua anak autisme yang mengikuti diet ini melaporkan adanya perbaikan
kondisi pada anak mereka. Namun sesungguhnya, masih dibutuhkan banyak
penelitian untuk mempelajari efektivitas diet ini dengan lebih baik karena
bukti yang tersedia belumlah cukup kuat.
Sumber : www.alergon.com